Pertama-tama marilah kita lihat dari ciri biologisnya. Manusia adalah makhluk bersel banyak, metazoa, ketimbang makhluk bersel tunggal, protista. Ia juga adalah makhluk bertulang belakang, vertebrata[1], ketimbang makhluk tidak bertulang belakang, avertebrata. Di antara vertebrata manusia tergolong ke dalam kelompok binatang menyusui, mammalia[2], karena ia berdarah panas, menghirup udara, dengan kulit berbulu, dan menyusui bayinya. Lebih lanjut manusia tergolong ke dalam mammalia yang janinnya berkembang di dalam rahim betinanya, eutheria, yang menerima makanan melalui plasenta. Kemudian manusia dikelompokkan ke dalam ordo primata, yang di dalamnya termasuk lemur, tarsius, kera dan kera besar: gorila, orangutan, dan simpanse. Yang membedakan manusia dengan primata lainnya adalah perilaku bipedal, berjalan dengan kedua kaki, berpostur tegak, tulang belakang berbentuk S, dan kaki yang lebih panjang dari tangan. Hanya tangan yang dapat dipakai untuk menggenggam, prehensil, dengan jempol yang besar dan bertenaga, terletak berseberangan dengan jari-jari lainnya yang memungkinkan genggaman yang kokoh. Hampir seluruh tubuh tak berbulu dan hanya ditumbuhi rambut terutama pada bagian kepala. Rahangnya pendek dengan susunan gigi melengkung. Mukanya pendek dan hampir vertikal. Otaknya relatif besar jika dibandingkan dengan makhluk lain terutama pada bagian neo-cortex.[3]Read More..
Manusia juga memiliki ciri psikologis dan tingkah laku yang unik dan membedakannya dengan makhluk lain. Perilaku manusia mudah berubah dan kurang instingtif dibandingkan dengan binatang. Manusia memiliki sifat ingin tahu, meniru, memperhatikan, mengingat dan berimajinasi, seperti yang dimiliki oleh binatang lain yang relatif maju, dan dapat mengaplikasikannya secara lebih halus dan rumit. Manusia mampu mengubah alam dengan kemampuan berpikirnya. Mereka membuat alat dan menggunakannya. Mereka sadar-diri, mampu mengingat masa lalu dan memproyeksikan masa depan, sadar akan kehidupan dan kematian. Ia mampu berpikir abstrak dan mampu menggunakan simbol, yang kelak berkembang menjadi bahasa. Mereka juga memiliki rasa keindahan, estetika, dan perasaan religius yang digambarkan dengan keheranan dan kepercayaan akan hal yang supranatural dan spiritual. Ia adalah makhluk bermoral yang mampu mengembangkan struktur kemasyarakatan yang kompleks.
Mengapa manusia menjadi pintar?
Apa yang membuat sejarah manusia menjadi seperti apa yang kita lihat saat ini? Ceritanya dimulai ketika terjadi perubahan iklim yang membuat surutnya hutan menjadi padang sabana[4] di daerah Ngarai Olduvai, Afrika Timur[5]. Sebuah species pra-manusia, Homo habilis, mulai turun dari pohon tempat mereka tinggal dan menjelajah di padang sabana yang baru terbentuk. Seleksi alam menunjukkan bahwa keturunan yang mengembangkan perilaku berjalan tegak dapat bertahan hidup lebih baik. Perilaku ini membawa akibat lain juga yaitu mengecilnya panggul yang menyesuaikan diri dengan kebiasaan berjalan tegak. Akibatnya bayi manusia harus lahir “prematur” dengan tengkorak yang belum sempurna supaya bisa keluar dari panggul yang sempit tersebut. Hal ini seterusnya membuat bayi manusia yang lemah ini memerlukan perhatian lebih dari manusia dewasa dan mengalami masa kanak-kanak, yaitu masa di mana ia dibebaskan dari kewajiban bertahan hidup dengan mencari makan dan kegiatan lainnya, yang jauh lebih panjang dari species yang lain. Hal ini juga yang menimbulkan pembagian kerja pada dua jenis kelamin manusia, yang laki-laki berburu mencari makan dan yang perempuan menjaga anak yang lemah tadi.[6] Kemampuan berjalan tegak ini juga membebaskan kedua tangan dan memungkinkan mereka menjadi pemakai alat yang sempurna.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perkembangan otak manusia yang memungkinkan manusia berpikir rasional dan mengembangkan kemampuan berbahasa. Bagian yang berkembang ini adalah neo-cortex. Mula-mula yang berkembang adalah bahasa isyarat yang sangat berguna dalam kegiatan berburu yang dilakukan dalam grup. Evolusi anatomi bentuk mulut dan rahang selanjutnya melapangkan manusia untuk mampu melafalkan bunyi yang kompleks yang selanjutnya berkembang menjadi bahasa verbal.
Dengan demikian lengkaplah semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat sebuah species pintar:
· kemampuan menggunakan alat
· masa kecil yang panjang
· kemampuan berbahasa
Kesemuanya di atas membuat manusia mampu mengembangkan apa yang kita sebut sebagai budaya, sebuah cara hidup yang diteruskan turun temurun ke generasi berikutnya, yang dipakai untuk mempertahankan hidupnya. Manusia telah melakukan sebuah loncatan evolusi, yaitu evolusi budaya, bukan evolusi fisiologi. Budaya ini sangat fleksibel, dibandingkan dengan evolusi fisiologi yang membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun. Dengan budaya inilah manusia menghadapi segala tantangan yang muncul di depannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Budaya, dengan demikian telah menjadi sebuah alat evolusi yang baru. Budaya sendiri memiliki beberapa aspek, di antaranya ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi berkembang lebih dahulu, semenjak manusia menggenggam batu dan memakainya sebagai alat. Mula-mula hanya batu alam yang agak tajam. Lama kelamaan manusia menemukan cara untuk membuat sendiri batu yang lebih tajam dan tentunya lebih baik. Cara membuat “kapak” batu ini diteruskan turun temurun. Begitu pula dengan teknologi lainnya. Anak manusia selama masa kanak-kanaknya, masa bergantung kepada manusia dewasa, dapat mempelajari budaya ini pada waktu luangnya.
Cara hidup berkelompok juga adalah salah satu budaya yang dikembangkan manusia. Apakah suatu kelompok mampu bertahan atau tidak ditentukan oleh budaya yang dikembangkan oleh kelompoknya. Kelompok yang sukses bertahan dan berkembang, yang lemah hilang ditelan waktu atau dikuasai oleh kelompok yang lebih kuat. Nasib manusia selamanya tergantung pada kemampuan berpikirnya.
Sejarah dunia telah menunjukkan peradaban yang lebih maju menaklukkan peradaban yang lebih terbelakang. Yang menang selanjutnya bisa saja ditaklukkan oleh peradaban lain lagi yang lebih maju. Kadang kalanya terjadi pengecualian di mana bangsa barbar mampu menaklukkan bangsa yang lebih maju seperti pada kasus invasi Mongol pada masa Genghis Khan[7]. Pada intinya yang kuat bertahan, yang lemah ditaklukkan.
Teknologi bisa menjadi penentu kemenangan yang berarti. Jika dua suku berperang, satu suku memakai tombak batu dengan perisai kulit dan yang lain tombak dan perisai perunggu, sudah jelas kemenangan ada di pihak mana. Hal yang jelas terlihat pada invasi Spanyol ke “Dunia Baru”[8], menaklukkan suku liar yang bahkan tidak mengenal kuda dengan pasukan kavaleri, pedang dan mesiu.[9] Hasilnya mengerikan!
Ilmu pengetahuan, menjadi perintis yang membuat kemajuan teknologi menjadi lebih pesat dan tak terbayangkan. Ia melampaui batas-batas praktis ke ranah abstrak yang sulit dijangkau pikiran. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya baru berkembang pada dua milenium terakhir. Namun bisa kita lihat sendiri betapa pesatnya perkembangan yang terjadi pada dua milenium terakhir ini.
Ilmu pengetahuan pun tidak berjalan linear. Ia dapat timbul dan tenggelam. Ia hanyut bersama dalam perkembangan peradaban manusia. Kapal dengan lambung melengkung yang merajai Mediterania di jaman Yunani kuno hilang ditelan peradaban dan baru ditemukan kembali pada era eksplorasi pada abad pertengahan.
Rahmat atau kutukan
Ilmu pengetahuan dan teknologi dari awal mulanya memang diperuntukkan bagi kemudahan hidup manusia. Teknologi menjadi perpanjangan tangan manusia dalam menaklukkan alam. Ia juga mengubah lingkungan menjadi lebih enak untuk ditinggali. Bepergian tidak lagi sulit seperti dulu. Begitu pula dengan komunikasi yang berlangsung dengan sekejab mata. Di lain pihak manusia semakin bergantung pada teknologi. Padamnya listrik di Jakarta beberapa waktu lalu mampu melumpuhkan seluruh kota. Gaya hidup pun berubah, di mana banyak orang yang tak mampu hidup tanpa handphone[10] dan televisi. Saya tidak tahu apakah jari-jari manusia akan kehilangan fungsinya karena yang dipakai hanya jempol baik untuk mengirim SMS atau bermain PlayStation™.
Persoalan yang lebih besar bahkan lebih banyak. Kita berhadapan dengan pemanasan global dan juga kepunahan species. Mau tidak mau harus diakui bahwa manusia berkontribusi atas semua perubahan ini. Belum lagi perdebatan mengenai kloning, stem cell, dan segala macam rekayasa genetika. Revolusi informasi menghubungkan seluruh dunia yang membuat informasi tersebar dengan cepat yang membuat tiada lagi tempat bersembunyi. Bagaimana kita menyikapi semua ini. Apakah ini rahmat atau kutukan? Apakah ilmu pengetahuan seperti kotak pandora[11] yang setelah dibuka tak dapat dikendalikan?
[1] Dari vertebra: tulang belakang
[2] Dari mammae: kelenjar susu
[3] Otak sendiri terdiri dari tiga bagian: R-complex (otak reptil), sistem lymbic, dan neo-cortex.
[4] Di Amerika dikenal sebagai padang prairi, di Eurasia dikenal sebagai steppa, artinya padang rumput luas diselingi oleh sedikit pohon dan semak belukar di sekitar sumber air
[5] Berdasarkan teori “Out of Africa”, sebuah teori yang menjelaskan bahwa manusia awalnya berasal dari Afrika
[6] Salah satu bacaan yang baik untuk menjelaskan ini adalah pada tulisan Fredrick Engels, Origins of the Family, Private Property, and the State
[7] Contoh lain adalah suku Hun yang merongrong dataran Eropa selama abad pertengahan, bahkan Attilla hampir menaklukkan Romawi Timur
[8] Benua Amerika
[9] Eksplorasi Hernán Cortés dalam penaklukan Aztec di Meksiko dan Fransisco Pizarro dalam penaklukan Inca di Peru
[10] Kesalahan massal, entah siapa yang memulainya, mestinya cell-phone atau mobile-phone
[11] Baca mitologi Yunani: Pandora, perempuan pertama di dunia, tergoda untuk membuka sebuah kotak yang menjadi mas kawinnya, dan setelah dibuka kotak tersebut mengeluarkan segala nestapa dan derita yang sejak itu menghantui manusia
,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Apakah itu Manusia?"
Posting Komentar